Kekuasaan Legislatif VS Kekuasaan Eksekutif

  Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang berbentuk kesatuan dan menganut sistem pemerintahan yang demokratis. Inti dari sebuah sistem pemerintahan yang demokratisadalah pada partisipasi seluruh entitas sistem tersebut terhadap setiap putusanatau kebijakan yang diambil. Inilah yang dimaknai dari prinsip (perdefinisi)demokrasi, yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Inipula yang membedakan antara demokrasi dengan sistem pemerintahan yang lain seperti kekuasaan monarki, di manakekuasaan terletak di tangansatu orang yang disebut raja, sultan, dan sebagainya ataupun oligarkhi/aristokrasi, di mana pemerintahan berada di tangan beberapa orang saja dan bukanmerupakan representasi dari seluruh publik.


Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang anti otoritarianisme dan kemungkinan kolusi/konspirasi yang sangat mungkin muncul dalam sistemmonarki dan oligarkhi. Artinya, demokrasi adalah sistem pemerintahan yangmemberikan penekanan pada fungsi kontrol atau dengan kata lain check andbalance dari semua pos-pos kekuasaan yang ada. Dari sini diharapkan akan lahirkeadilan (justice) yang secara mekanistik memberikan kebaikan kepada seluruhelemen masyarakat.

Untuk mencapai tujuan dari sistem pemerintahan demokratis, negara membagi 3 konsepsi kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.

1.    Kekuasaan Legislatif (Badan Perundang-Undangan)
 Dewan Perwakilan Rakyat adalah suatu Lembaga Tinggi Negara yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil rakyat. Wakil-wakil rakyat yang duduk di bangku DPR telah dipilih dalam pemilihan umum, pemilihan umum diselenggarakan dalam lima tahun sekali. Tugas DPR (juga disebut parlemen) secara umum adalah memelihara/menjaga, memajukan kepentingan rakyat serta membantu/mengawasi pemerintah agar menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Bersama-sama presiden, DPR juga menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahun. 

Kekuasaan legislatifadalah kekuasaan yang sifatnya memberikan legislasi terhadap kekuasaan eksekutif.  Dalam sistem negara kita, usulan pembuatan peraturan perundang-undangan bisa datang dari legislatif atau eksekutif. Eksekutif pun bisa membuat UU,tetapi harus persetujuaan legislatif. 

Dengan sistem baru yaitu bikameral yang diterapkan pasca Pemilu 2004 lalu, selain DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) juga terdapat DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Bedanya, DPR adalah perwakilan partai di pusat, sementara DPD adalah perwakilan unsur daerah di pusat. Anggota kedua lembaga tinggi negara ini dipilih melalui pemilu legislatif. DPR membuat peraturan yang berkaitan kepentingan nasional secara umum, DPD akan mengusulkan peraturan dengan warna lokal sesuai dengan keperluan masing-masing provinsi di NKRI.

Badan Legislatif memiliki fungsi utama sebagai berikut:
1.      Menentukan kebijakan dan membuat UU. Untuk itu badan legislatif memiliki hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan UU yang disusun oleh pemerintah, dan terutama di bidang budget atau anggaran.
2.      Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga agar semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus.

Di Indonesia, kita mengenal lima belas badan legislatif yang sudah terbentuk, yaitu:
1.      Volksraad: 1918-1942
2.      Komite Nasional Indonesia: 1945-1949
3.      DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat: 1949-1950
4.      DPR Sementara: 1950-1956
5.      a. DPR (Hasil Pemilihan Umum 1955): 1956-1959
b. DPR Peralihan: 1959-1960
6. DPR-Gotong Royong-Demokrasi Terpimpin: 1960-1966
7. DPR-Gotong Royong-Demokrasi Pancasila: 1966-1971
8. DPR Hasil Pemilihan Umum 1971
9. DPR Hasil Pemilihan Umum 1977
10. DPR Hasil Pemilihan Umum 1982
11. DPR Hasil Pemilihan Umum 1987
12. DPR Hasil Pemilihan Umum 1992
13. DPR Hasil Pemilihan Umum 1997
14. DPR Hasil Pemilihan Umum 1999
15. DPR Hasil Pemilihan Umum 2004

2.    Kekuasaan Eksekutif (Badan Pemerintahan)
              Kekuasaan eksekutif, bersama legislatif mengusulkan dan membuat UU. Selain itu yang utama adalah melaksanakan peraturan yang dibuat termasuk perangkat lain di bawah tingkatan UU dengan aparat pemaksanya jika perlu (kehakiman, kepolisian, kejaksaan dan biokrasi). Dengan kata lain, legislatif memiliki hak hak untuk melakukan pemeriksaanterhadap setiap proses kelahiran suatu kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif.Di sini, secara legal formal, legislatif menjadi mitra tanding (baca: oposisi) darikekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Badan Eksekutif secara umum mencakup beberapa bidang, yaitu:
1.      Administratif, kekuasaan untuk melaksanakan UU dan peranturan perundang-undangan lainnya dan menyelenggarakan administrasi negara.
2.      Legislatif, membuat rancangan UU dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi UU.
3.      Keamanan, kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang, petahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4.      Yudikatif, memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.
5.      Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

Pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh Lembaga Pemerintahan, yaitu:
1. Aparatur Pemerintahan Pusat, terdiri dari:
A.    Kepresidenan beserta aparatur utamanya.
  a. Presiden/Perdana Menteri,
  b. Wakil Presiden,
  c. Menteri negara non-departement,
  d. Kejaksaan Agung,
  e. Sekretariat Negara, dan
  f. Dewan-dewan Nasional: Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Dewan Telekomunikasi, Dewan Tenaga Atom dan Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional. 

B.  Kabinet (Dewan Menteri) yang meliputi departemen-departemen.

2. Aparatur Pemerintahan Daerah, terdiri dari:
a. Badan-badan Pemerintahan Pusat di Daerah,
b. Badan-badan Aparatur Pemerintahan Otonomi Daerah, dan
c. Desa Praja: Kepala Desa Praja, Badan Musyawarah Desa Praja, Pamong Desa Praja, Panitera Desa Praja, Petugas Desa Praja dan Badan Pertimbangan Desa Praja.

3.      Perusahaan-perusahan Negara, terdiri dari:
a.Perusahaan Jawatan (Perjan),
b. Perusahaan Umum (Perum), dan
c.Perusahaan Perseroan (Persero).


Referensi:
Budiardjo, Miriam.2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. PT Gramedia Pusaka Utama: Jakarta.
Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia, Edisi Revisi. PT Bumi Aksara: Jakarta.


Kau dan Aku, bukan Kita
Oleh: Ronny P Sasmita

Di negara ini, nyaris tak satupun yang tidak mungkin, kawan
Tinggal kau sebutkan apa saja, maka kita akan segera menemukan ontologisnya
Polisi yang labil dan garong, politikus yang opportunis atau skaligus pebisnis, pengusaha yang berlagak penguasa atau sebaliknya, orang miskin yang sombong, manusia yang berlagak Tuhan, penjahat yang berjubah malaikat, koruptor yang bermuka sosial promotor, atau apa sajalah
Semuanya ada di negeri ini, kawan
Kau jangan takut untuk memilih mau jadi apa

Kini kau jangan bersedih atas apa saja yang telah kita pelajari dulu
Jangan lagi menangisi idealisme yang telah berganti muka dengan lembaran-lembaran kontrak bisnis atau lendir-lendir yang menetes dari tubuh hedonisme sosial kita
Meski kita pernah menangis bersama atas apa yang kita khawatirkan di negeri ini
Anggap saja kita sedang beradegan mesra untuk sebuah cinema bertajuk “pengkianatan paradigma” yang disponsori oleh perusahaan judi raksasa dari negeri penjarah jantung ampela
Anggap saja segudang kitap yang kita lahap hanya sebagai pengisi waktu luang yang saat sibuk kita lupakan
Anggap saja perpustakaan pribadi itu hanya koleksi miniatur-miniatur surga yang entah ada atau tidak ada

Sekarang kita disini, kawan
Kita terdampar disebuah dunia yang fanatik akan agama dan budaya, tp itu cuma dipakai untuk bacaan anak-anak TK yang belum mengenal etika
Jangan kau bertanya kita dan negara akan berlabuh dimana
Bertanyalah kita dan negara bisa saling bertransaksi apa
Nikmati negara itu sebagai sumber dari segala sumber
Dekati dan dekati terus kuasa-kuasa yang tersisa dari kata yg bernama “negara”
Bunuh semua pendusta-pendusta miskin yang tak pandai memanfaatkan negara
Cuma itu yang tersisa kavling-kavling proffesionalisme untukmu bukan? Kawan

Jangan bertanya aku mau jadi apa, mau kemana, atau mau seperti apa?
Cukup kau bertanya pada dirimu, kau akan menghancurkan siapa lalu setelah itu silahkan tertawa dalam perhormatan yang hina dina
Lupakan aku yang masih hina dalam kefanatikan hatiku
Tinggalkan aku disana, dimenara senja yang sedikit lagi hilang dilewati waktu Isya
Kau tetaplah berjalan dalam langkah gagahmu, injak-injakan kakimu diatas semua kepala yang kau mau
Bahkan di atas kepala ku, kawan

Aku si pendamba rasa, si pemuja langit, dan si perindu cinta
Maka layak untuk tidak bersamamu dalam sangkar-sangkar kuasa
Dalam kebijakan-kebijakan populis nan menggusur populisme sejatimu itu, jelas aku tak pantas ada disana
Dan lupakan kalau kita pernah bersama memangsa asa merajut cinta  dan menjaring sang pujangga adil dilautan kata-kata yang tertempel hitam diatas lemabaran-lembaran lusuh berwarna putih kecoklat-coklatan

Anggap aku penjahat yang selalu gelisah dalam aksi-aksi sok negara mu
Anggap aku pencaci bagi tindak-tanduk sok bangsawan mu
Aku tentu bukan siapa-siapa bagimu, kawan
Aku orang bawah tanah yang selalu bersyair murka pada segala sesuatu yang merendahkan para penyumbang suara saat kau berteriak-teriak diatas panggung seperti seorang penjual ayat-ayat cinta, tapi ternyata tak lebih dari janji-janji palsu para penyihir yang menzinai pelanggannya
Aku selalu akan menjadi orang kecil karena aku tak pernah berimpian untuk merangkul kuasa demi proyek mangsa memangsa
Aku serdadu yang tidak sanggup berdiplomasi dengan kursi dan lemari besi
Aku cuma berimpian  menjadi kopral yang siap diajak berperang saat ada sang komandan berkata…”Engkau ingin perdamaian? Ok, mari kita berperang”
Dan aku tak berfikir apa-apa, karena aku bukan diplomat sejati
Aku ingin kau berdiri dalam persepsi sejatimu, tertawa  di atas kursimu, dan tersenyum dalam setiap kebijakan-kebijakan mu
Aku adalah penonton yang suka berteriak saat ada yang salah dan lucu
Atau akulah yang salah dan lucu itu

Aku mundur dari sisimu, kawan
Karena aku orang kampung yang terbiasa makan makanan hasil panen para petani
Aku mundur dari sisimu, kawan
Karena aku hanya orang udik yang lugu akan kegairahan kekuasaan
Aku mundur dari sisimu, kawan
Karena aku sejatinya bukanlah kawan yang baik dalam perspektif mu
Karena kini yang ada adalah “Kau dan Aku, bukan Kita”
Selamat tinggal, selamat jalan, dan selamat berpisah, (mantan) kawan

(Hari Pahlawan Nasional, Buaran, 10 November 2010)

Oleh: Fakhrurrazi, Dapil: 2-TPL

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © / Legislator IMAKA

Template by : Urang-kurai / powered by :blogger